Skip to main content

KAPASITAS GESER BALOK TINGGI BETON BERTULANG BAMBU DENGAN VARIASI JENIS BAHAN SENGKANG BESI DAN BAMBU



KAPASITAS GESER BALOK TINGGI BETON BERTULANG BAMBU 
 DENGAN VARIASI JENIS BAHAN SENGKANG BESI DAN BAMBU

Moh. Faisal Faris, Nindyawati, dan Adjib Karjanto
Universitas Negeri Malang
E-mail: mfaisalfaris@gmail.com

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui besarnya beban maksimum, (2) lendutan maksimum, (3) besarnya kapasitas geser, dan (4) pola kerusakan yang terjadi pada balok beton bertulang bambu dengan sengkang besi dan sengkang bambu akibat pembebanan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Benda uji balok tinggi dengan uurang panjang bersih 600 mm, lebar 100 mm, dan tinggi 250 mm. Tulangan tarik bambu petung fy 158 Mpa, dimensi 7 mm x 7 mm. Sebagai pembanding digunakan varisai jenis sengkang dari besi Ø3 mm dan sengkang bambu □4x4 mm. Kuat tarik besi Ø3 mm sebesar 275,63 MPa. Mutu beton yang digunakan fc’ 19,79 MPa. Jumlah sampel balok 6 buah dengan rincian 3 buah balok dengan sengkang besi (B.SBE) dan 3 balok dengan sengkang bambu (B.SBA). Balok diuji lentur pada umur 28 hari menggunakan UTM (universal testing machine) dengan tumpuan sendi-rol dan jenis pembebanan Two Point Loading pada jarak 200 mm dari tumpuan. Hasil penelitian menunjukan rerata beban maksimum balok dengan sengkang besi (B.BSE) sebesar 83,88 kN dengan lendutan sebesar 1,585 mm,  dan kapasitas geser 43,50 kN. Sedangkan pada balok dengan sengkang bambu (B.SBA) beban maksimum rerata sebesar 74,18 kN dengan lendutan 2,198 mm dan kapasitas geser 36,00 kN. Berdasaran hasil penelitian secara keseluruhan lendutan hasil eksperimen memenuhi syarat lendutan ijin maksimum sebesar (L/240) dan keseluruhan benda uji balok mengalami kerusakan akibat geser-lentur kecuali balok B.SBE.3 mengalami kerusakan lentur murni.

Kata Kunci: kapasitas geser, balok tinggi, dan sengkang bambu.

Dewasa ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai penggunaan bambu sebagai tulangan alternatif pengganti tulangan baja atau besi pada beton. Diantaranya dilakukan oleh Morisco (1996), Khane (2005), Suroso (2011), dan Marsudi (2014) yang meneliti tentang balok beton bertulang bambu dan menyimpulkan bahwa bambu sangat potensial digunakan sebagai tulangan menggantikan tulangan besi atau baja.
Menurut Utomo (2008), bambu digunakan karena memiliki beberapa keuntungan dibandingkan besi diantaranya bambu ramah lingkungan, mudah diperoleh, harganya ekonomis, mudah dalam pelaksanaannya, memiliki kuat tarik yang tinggi, dan perbandingan kekuatan dengan beratnya relatif besar. Sedangkan menurut Pathurahman, et al (2003), timbulnya keraguan penggunaan bambu dalam beton dikarenakan lekatan bambu dengan beton yang kurang baik. Namun keraguan dalam penggunaan bambu sebagai tulangan dapat diatasi dengan tulangan bambu yang diberi perlakuan khusus yaitu dilapisi cat (water proof) kemudian dilumuri pasir sehingga permukaannya kasar dapat meningkatkan daya lekat terhadap beton (Ghavami,1995).
Penggunaan beton bertulang dalam elemen struktur bangunan meliputi balok, kolom, pondasi, plat lantai, dll. Balok adalah struktur pemikul beban yang berada diatasnya. Pada konstruksi bangunan balok diposisikan mendatar dengan ditumpu bagian ujungnya. Akibat pembebana pada struktur balok muncul momen lentur dan gaya lintang. Pada balok tinggi terjadi geser lebih besar diakibatkan adanya gaya lintang, sehingga perhitungan tulangan geser perlu diperhitungan apabila kapasitas geser yang mampu ditahan beton lebih kecil dari kapasitas geser yang terjadi.
Menurut Dewobroto (2005), perilaku keruntuhan yang dominan pada struktur balok pada umumnya adalah lentur, hal tersebut akan terjadi apabila rasio bentang (L) dan tinggi balok (h) cukup besar. Jika rasio L/h kecil, maka digolongkan sebagai balok tinggi (deep beam), keruntuhan geser dominan. Gaya geser yang bekerja pada balok tinggi dominan mengakibatkan terjadinya kerusakan yang ditandai dengan retak pada bagian sekitar tumpuan. Keretakan geser ini semakin lama akan semakin besar membentuk garis diagonal menuju titik pusat pembebanan. Dikarenakan tulangan sengkang berhubungan langsung dengan arah retakan geser pada balok tinggi beton bertulang. Sehingga pada balok tinggi untuk meninjau kapasitas geser yang terjadi pada balok perlu untuk diperhitungkan penulangan geser. Ada beberapa macam tulangan geser atau sengkang, diantaranya sengkang vertikal, miring, dan sepiral.
Selama ini sering dijumpai sengkang vertikal dari material besi, hal ini dikarenakan material besi mudah dibengkokkan. Namun tidak menutup kemungkinan penggunaan sengkang besi diganti dengan alternatif sengkang dari bambu. Bagian bambu yang berpotensi untuk digunakan menjadi sengkang adalah bagian disekitar kulit. Daerah yang mendekati kulit bambu memiliki sifat yang lebih lentur sehingga dapat mengurangi kemungkinan patah akibat proses pembengkokan dalam pembuatan sengkang. Penggunaan bambu sebagai material sengkang perlu diteliti lebih lanjut terhadap kapasitas dan kelayakannya untuk menggantikan peran sengkang besi selama ini.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengetahui besarnya beban maksimum yang mampu ditahan, (2) mengetahui lendutan maksimum yang terjadi, (3) mengetahui kapasitas geser balok tinggi, dan (4) pola kerusakan yang terjadi pada balok tinggi beton bertulang bambu dengan variasi jenis bahan sengkang besi dan sengkang bambu akibat pembebanan. Nantinya diharapan dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan nilai potensial bambu sebagai material ramah lingkungan pengganti besi dan baja dalam dunia konstruksi.


METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen laboratorium atau percobaan (experiment research),dan termasuk deskriptif kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban maksimum, lendutan maksimum, kapasitas geser, dan pola keretakan balok tinggi beton bertulang bambu dengan variasi jenis bahan sengkang bambu dan sengkang besi. Benda uji balok beton bertulang bambu dengan ukuran 10 cm x 25 cm x 60 cm, tebal selimut beton 2 cm. Sampel benda uji sebanyak 6 buah dengan rincian 3 buah menggunakan sengkang besi Ø3 mm dan 3 buah dengan sengkang bambu □4x4 mm. Tipe semen yang digunakan PPC merek Semen Gresik, pasir, dan kerikil lokal dengan ukuran maksimal 2 cm. Sementara tulangan tarik □7x7 mm dari material bambu jenis petung.
Pada penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan pengujian, yaitu pengujian awal atau pendahuluan dan pengujian mekanik. Pengujian pendahuluan bertujuan untuk mengetaui sifat fisik material benda uji. Pengujian pendahuluan meliputi uji material penyusun beton, kuat tekan beton, dan pengujian material tulangan kuat tarik tulangan bambu dan besi. Pengujian mekanik pada balok tinggi deitumpu pada tumpuan sendi dan roll dengan jenis pembebanan Two Points Loading pada jarak 20 cm dari titik tumpu, beban yang diberikan naik secara bertahap dengan interval 1,5 kN. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine) di Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Malang. Pembebanan pada balok dilakukan dengan jenis pembebanan Two Points Loading secara bertahap. Secara garis besar rancangan proses penelitian dapat dilihat pada gambar diagram alur (flow chart) seperti gambar 1 berikut:

MULAI
Kegiatan Pendahuluan
- Perancangan menggunakan mix desing beton yang sudah siap dan jumlah kebutuhan bahan penyusun.
- Pengujian pendahuluan meliputi
- Material penyusul beton (Agregat halus,Agregat Kasar,dan Pengikat)
- Material tulangan bambu dan besi (Uji Kuat Tarik)
- Merangkai tulangan benda uji dan perawatan bambu sebagai tulangan
Pengecoran Benda Uji Silinder
Pengecoran Benda Uji Balok
Perawatan Benda Uji 28 Hari
Pengujian Benda Uji

Uji Tekan Silinder Beton
Uji Geser Balok Beton
Hasil Penelitian
Analisa Hasil Pengujian
Kesimpulan
SELESAI


Gambar 1.  Alur Rancangan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
1.        Pengujian Kuat Tarik Tulangan

Pengujian kuat tarik tulangan bertujuan untuk mengetahui fy bambu dan besi yang dipakai sebagai tulangan dalam balok.

T abel 1. Data Hasil Pengujian Kuat Tarik Tulangan Bambu
Kode Benda Uji
P Leleh Terkoreksi
(N)
P Maks Terkoreksi
(N)
A
(mm2)
Fy
(MPa)
Fu
(MPa)
E
(MPa)
Ket.
TBa.1
1030
1510
6,00
171,67
251,67
17266,7
Sekitar Kulit Dengan Buku
TBa.2
720
1220
5,00
144,00
244,00
36106,6
TBa.3
950
1700
6,00
158,33
283,33
58953,2
Rata-Rata


158,00
259,67
37442,1


T abel 2. Data Hasil Pengujian Kuat Tarik Tulangan Besi
Kode Benda Uji
P Maks
(N)
P Koreksi
(N)
A
(mm2)
Fy
(MPa)
Fu
 (MPa)
E
(MPa)
TBe.1
18100
5000
7,065
288,46
707,71
161578,56
TBe.2
17900
4800
7,065
273,04
679,41
148652,27
TBe.3
17700
4600
7,065
265,39
651,10
155115,42
Rata-Rata


275,63
679,40
155115,41

Berdasarkan tabel 1 dan 2 diperoleh hasil pengujian kuat tarik tulangan bambu memiliki nilai rata-rata tegangan leleh (fy) sebesar 158 MPa, nilai rata-rata tegangan ultimate (fu)  tulangan bambu sebesar 259,69 MPa. Nilai rata-rata modulus elatisitas bambu petung 37442,1 MPa. Hasil pengujian kuat tarik tulangan besi Ø3 mm memiliki nilai rata-rata tegangan leleh (fy) sebesar 275,63 MPa, nilai rata-rata tegangan ultimate (fu)  tulangan baja Ø3 mm sebesar 679,40 MPa.
Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-2002, hasil uji kuat tarik tulangan diameter 3 mm termasuk kedalam mutu BJ 37. Tulangan baja mutu BJ 37 umum digunakan pada konstruksi bangunan karena mudah ditemui di pasaran. Bambu petung yang digunakan memiliki kekuatan tarik tulangan yaitu 42,67%  lebih rendah dari kekuatan tarik baja. Setiap bagian bambu memiliki kekuatan yang bervariasi, bagian paling kuat adalah daerah sekitar kulit bambu sedangkan daerah terlemah pada bambu yaitu daerah buku bambu.
Morisco (2005:37), menyatakan kuat tarik bambu petung dengan buku berkisar 116 Mpa. Rerata hasil pengujian kuat tarik (fy) bambu petung sekitar kulit yang digunakan lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan morisco hal ini disebabkan banyak faktor salah diantaranya kondisi kadar air dan umur benda uji. Mengingat bambu merupakan material alam sehingga kekuatan bambu sulit untuk dikontrol.



2.        Uji Kuat Tekan Beton

Pengujian kuat tekan beton silinder dilakukan setelah umur 28 hari. Silinder beton yang digunakan memiliki ukuran Ø15 cm x 30 cm sebanyak 3 buah.

T abel 3. Data Hasil Pengujian Kuat Tekan Silinder
No
Kode Benda Uji
A = Luas Penampang (mm2)
P Maks (kN)
P Koreksi (N)
Fc’ = P/A Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Rata-rata (MPa)
1
SB.1
17662,5
394,4
394400
17,91
19,79
2
SB.2
17662,5
375,2
375200
20,50
3
SB.3
17662,5
384,3
371200
21,51

Berdasarkan data pada tabel 3 menunjukan nilai kuat tekan silinder beton pada umur 28 hari bervariasi. Kuat tekan (fc’) rata-rata silinder pada tabel 3 diperoleh nilai kuat tekan rata-rata sebesar 19,79 MPa. Selisih penurunan yaitu sebesar 5,21 MPa atau sebesar 20,83 % dari kuat tekan beton yang direncanakan yaitu sebesar 25 MPa. Beberapa faktor yang mempegaruhi penurunan kuat tekan beton diantaranya perbandingan air dengan semen, tingkat pemadatan, jenis semen, gradasi agregat, cara perawatan, suhu, dan umur beton (Murdok dan Brook, 1979 dalam Laksmi dkk, 2015:148).

3.        Beban Maksimum-Lendutan Hasil Pengujian Balok

Data beban-lendutan dalam penelitian ini, diperoleh dari hasil teoritis dan pengujian (eksperimen) balok beton bertulang bambu yaitu balok beton dengan sengkang besi (B.SBE) ,dan balok beton sengkang bambu (B.SBA) dengan jumlah sampel masing-masing tipe balok 3 buah.
T abel 4. Data Hasil Perencanaan Teoritis Balok
No
Kode Benda Uji
Beban Maksimum (P Maks)
Kapasitas Geser
(Vc)
Lendutan Maksimum (Δ)
Lendutan Ijin (L/240)
Ket.


kN
kN
mm
mm

1
B.SBE
63,57
33,97
0,71
2,50
OK
2
B.SBA
69,07
33,74
0,96
OK

T abel 5. Data Hasil Pengujian Eksperimen Balok Sengkang Besi (B.SBE)
No
Kode Benda Uji
Beban Maksimum (P Maks)
Beban Terkoreksi
Lendutan Maksimum (Δ)
Lendutan Ijin (L/240)
Ket.


kN
kN
mm
mm

1
B.SBE.1
96,25
83,15
1,350
2,50
OK
2
B.SBE.2
97,70
84,60
1,820
OK
3
B.SBE.3 (*)
122,60
109,50
2,970
 Tidak OK

Rata-Rata
96,98
83,88
1,585



T abel 6. Data Hasil Pengujian Eksperimen Balok Sengkang Bambu (B.SBA)
No
Kode Benda Uji
Beban Maksimum (P Maks)
Beban Terkoreksi
Lendutan Maksimum (Δ)
Lendutan Ijin (L/240)
Ket.


kN
kN
mm
mm

1
B.SBA.1
84,20
71,10
2,165
2,50
OK
2
B.SBA.2
85,25
72,15
2,280
OK
3
B.SBA.3
92,40
79,30
2,150
OK

Rata-Rata
90,95
74,18
2,198


Berdasarkan data tabel 5 hasil beban dan lendutan pada balok dengan sengkang besi B.SBE.3 merupakan data Outlier. Dikarenakan perbedaan yang sangat besar dengan data lain dari kelompok sampel data yang sama. Sehingga data balok B.SBE.3 tidak dimasukan dalam tahap pengolahan data. Beban (P) pada pengujian  harus dikurangi angka koreksi kalibrasi alat UTM yang digunakan, yaitu sebesar 13,10 kN. Perbandingan beban maksimum balok dengan sengkang besi dan balok dengan sengkang bambu seperti pada gambar 2 berikut.
Gambar 2.  Grafik Perbandingan Beban Maksimum Ekspeimental
Balok Sengkang Besi dan Balok Sengkang Bambu

Hasil pengujian balok sampel bervariasi untuk balok dengan sengkang besi, balok B.SBE.3 memiliki nilai beban maksimum lebih besar dari B.SBE.1 dan B.SBE.2. Rerata beban maksimum balok dengan sengkan besi B.SBE memiliki rata-rata beban puncak sebesar 83,88 kN. Pada balok dengan sengkang bambu balok B.SBA.3 menunjukan kinerja beban puncak yang lebih besar dari balok B.SBA.1 dan B.SBA.2. Sedangkan rerata beban maksimum balok dengan sengkang bambu B.SBA sebesar 74,18 kN. Selisih beban maksimum pada balok B.SBE.1, B.SBE.2 secara eksperimen dengan beban teoritis masing-masing sebesar 30,80 % dan 33,08 %. Sedangkan selisih beban maksimum rerata hasil eksperimen dengan hasil analisa pada balok dengan sengkang besi B.SBE sebesar 20,30 kN atau 31,94 %. Pada balok tinggi dengan sengkang bambu B.SBA selisih hasil eksperimen dengan teoritis masing-masing balok B.SBA.1, B.SBA.2, dan B.SBA.3 masing-masing secara berurutan memiliki sebesar 2,94 %, 4,46 % dan 14,81 %. Sehingga selisish rerata beban maksimum hasil eksperimen dengan teoritis balok sengkang bambu B.SBA yaitu 5,11 kN atau sebesar 7,41 %.


Secara keseluruhan hasil eksperimen balok tinggi menunjukan peningkatan nilai beban maksimal dari hasil analisa teoritis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rommel (2009) yang menyatakan penambahan tulangan geser logitudinal sebagai desain perkuatan geser pada balok tinggi dapat meningkatkan kapasitas beban ultimit hingga 83,2% pada balok tinggi dengan rasio a/d = 0,8 dengan kecenderungan semakin kecil rasio a/d maka kemampuan balok dalam menahan beban maksimum (Pmaks) semakin besar.
Hubungan beban dengan lendutan yang terjadi dalam penelitian ini, dapat disajikan dalam sebuah grafik beban-lendutan seperti ditunjukkan oleh gambar 3 dan 4 berikut.

Gambar 3.  Grafik Hubungan Beban Maksimum-Lendutan
Balok Sengkang Besi dan Balok Sengkang Besi

 
Gambar 4.  Grafik Hubungan Beban Maksimum-Lendutan
Balok Sengkang Besi dan Balok Sengkang Bambu

Hasil pengujian balok sampel bervariasi untuk balok dengan sengkang besi, balok B.SBE.3 memiliki nilai beban maksimum lebih besar dari B.SBE.1 dan B.SBE.2. Rerata beban maksimum balok dengan sengkan besi B.SBE memiliki rata-rata beban puncak sebesar 83,88 kN, dengan lendutan (Δ) maksimum rata-rata yang terjadi sebesar 1,585 mm. Pada balok dengan sengkang bambu balok B.SBA.3 menunjukan kinerja beban puncak yang lebih besar dari balok B.SBA.1 dan B.SBA.2. Sedangkan rerata beban maksimum balok dengan sengkang bambu B.SBA sebesar 74,18 kN dengan dengan lendutan maksimum (Δ) rata-rata sebesar 2,198 mm.
Secara keseluruhan lendutan balok dengan sengkang besi hasil eksperimen lebih besar dari pada lendutan teoritis. Rerata lendutan maksimum yang terjadi pada balok B.SBE dan B.SBA masih memenuhi syarat lendutan ijin maksimum sebesar (L/240) yaitu 2,50 mm. Selisish rerata lendutan maksimum balok tinggi dengan sengkang besi B.SBE terhadap lendutan ijin sebesar 36,6 %. Sendangkan selisih rerata lendutan maksimum balok dengan sengkang bambu B.SBA terhadap lendutan ijin sebesar 12,06 %. Perbedaan lendutan nilai lendutan yang terjadi antara hasil eksperimen dengan teoritis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu besar dan jenis pembebanan, jenis tumpuan, jenis material, serta kekuatan material (Mustopa & Naharuddin, 2005).
Perbedaan nilai beban (Pmaks) atau Lendutan (Δ) umum dijumpai akibat perbedaan perilaku struktur balok eksperimen dengan teoritis. Hal ini sesuai dengan Chairyah dkk (2014:7) yang menyatakan perhitungan dengan rumus teoritis mempunyai keterbatasan dan asumsi-asumsi tertentu untuk meghasilkan persamaan suatu struktur. Berdasarkan hasil pemaparan diatas dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan nilai beban maksimal mengakibatkan perbedaan nilai lendutan maksimal.

4.        Kapasitas Geser dan Pola Kerusakan Balok

Kapasitas geser hasil pengujian balok tinggi menunjukan data yang bervaiasi. Berdasarkan hasil pengujian terhadap benda uji balok menunjukan setelah  kondisi retak pertama atau (first crack) dan berikutnya setiap peningkatan pembebanan terjadi pola kerusakan. Hubungan besarnya beban (first crack) dan kapasitas geser dengan pola kerusakan pada balok pada masing-masing jenis sengkang dapat dilihat pada tabel 7 dan 8 berikut.
T abel 7. Data Hasil Kapasitas Geser dan Pola Retak Balok Sengkang Besi (B.SBE)
No
Kode Benda Uji
Beban Retak Awal
Kapasitas Geser
Lendutan yang terjadi
Pola Retak


kN
kN
mm
(L=Lentur G=Geser)
1
B.SBE.1
34,50
42,00
0,280
1-10=L, 11=G, 12=L, 13-20=G
2
B.SBE.2
36,00
45,00
0,450
1-12=L, 13=G, 14-17=L, 18-26=G
3
B.SBE.3 (*)
37,50
-
-
1-16=L

Rerata
35,25
43,50
0,365


T abel 8. Data Hasil Kapasitas Geser dan Pola Retak Balok Sengkang Bambu (B.SBA)
No
Kode Benda Uji
Beban Retak Awal
Kapasitas Geser
Lendutan yang terjadi
Pola Retak


kN
kN
mm
(L=Lentur G=Geser)
1
B.SBA.1
22,50
22,50
0,550
1-7=G, 8-10=L, 11-12=L, 13=G, 14-17=L, 18=G 19-20=L, 21-25=G
2
B.SBA.2
25,50
25,50
0,520
1-8=G, 9-20=L, 21=G, 22=L, 23=G, 24=L, 25=G, 26=L, 27-30=G
3
B.SBA.3
34,50
40,50
0,800
1-12=L, 13-16=G

Rerata
33,00
36,00
0,623


Pola keretakaan yang terjadi pada keseluruhan 3 buah benda uji balok dengan sengkang bambu (B.SBA) dan 2 buah balok dengan sengkang besi (B.SBE) mengalami kerusakan retak geser-lentur, sedangkan 1 buah benda uji dengan sengkang besi (B.SBE.3) terjadi pola keretakan lentur murni.

 
Gambar 5.  Pola Kerusakan Geser –Lentur Pada Balok

 
Gambar 6.  Pola Kerusakan Lentur Murni Pada Balok

Retak lentur geser ditandai dengan ciri retakan yang cenderung membentuk sudut 45º terhadap sumbu balok disekitar tumpuan (Nawy,1990 ). Sementara itu Tjitradi (2014) yang menyatakan retak miring pada balok tinggi membentuk sudut berkisar dari 45° hingga 60° semakin tinggi balok maka konsentrasi retakan akan lebih mengarah pada bagian tekan balok sehingga pengaruh mutu beton sangat menentukan.
Keruntuhan pada balok disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kegagalan lekatan antara tulangan dengan beton. Kegagalan lekatan mengakibatkan menurunnya daya dukung komponen struktur terhadap beban yang bekerja, meningkatnya deformasi pada struktur, serta runtuhnya struktur (Isneini, 2009:260). Selain itu tahap pelaksanaan pengecoran saat pemadatan khususnya balok dengan sengkang bambu, ada kehati-hatian agar tidak merusak sengkang bambu yang menyebakan pemadatan kurang maksimal. Pemadatan yang kurang maksimal dapat menurangi mutu beton sehingga berdampak berkurangnya kemampuan lekat tulangan dengan beton. Hal ini berbeda kondisinya dengan balok sengkang besi. Sehingga hasil penelitian menunjukan perbedaan balok sengkang besi dengan balok sengkang bambu.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.         Beban maksimum balok tinggi sengkang besi B.SBE rerata beban maksimum (Peksperimen) sebesar 83,88 kN. Sedangkan beban maksimum rerata balok tinggi sengkang bambu B.SBA (Peksperimen) sebesar 74,18 kN
2.         Secara keseluruhan rerata lendutan eksperimen balok tinggi sengkang besi B.SBE dan balok tinggi sengkang bambu B.SBA memenuhi syarat lebih kecil dari batas lendutan ijin. Lendutan ijin yang disyaratkan sebesar 2,5 mm. Lendutan rerata maksimum hasil eksperimen pada balok tinggi sengkang besi B.SBE dan balok tinggi sengkang bambu B.SBA sebesar 1,585 mm dan 2,198 mm. Selisih lendutan maksimum eksperimen dengan lendutan ijin pada balok tinggi dengan sengkang besi (B.SBE) dan sengkang bambu (B.SBA) sebesar 36,6 % dan 12,06 %.
3.         Rerata kapasitas geser keseluruhan balok secara teoritis lebih kecil dari perolehan kapasitas geser rata-rata hasil eksperimen. Kapasitas geser hasil eksperimen balok tinggi sengkang besi B.SBE dan balok tingggi sengkang bambu B.SBA sebesar 43,50 kN dan 36,00 kN.
4.         Pola keretakan akibat pembebanan pada balok tinggi keseluruhannya yaitu karena retak geser – lentur. Terkecuali balok dengan sengkang besi B.SBE.3 yang mengalami kerusakan lentur murni.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:
1.         Pada penelitian selanjutnya hendaknya digunakan beberapa variasi bentuk  dan jarak sengkang dari material bambu.
2.         Hendaknya digunakan metode laminasi bilah bambu sebagai tulangan dalam beton untuk mempermudah mengkontrol ukuran dimensi dan mutu tulangan bambu (fy) yang dikehendaki bisa disesuaikan.
3.         Kontrol terhadap mutu beton (fc) dengan memastikan proses pengerjaan sesuai dengan prosedur pelaksanaan.
4.         Saat pengujian pada kedua sisi tumpuan balok sebaiknya diberi dudukan untuk mencegah terjadinya kerusakan bagian tumpuan sebelum terjadinya beban maksimal.
5.         Hendaknya digunakan dial gauge digital sehingga dapat meminimalisir kesalahan pembacaan.



 DAFTAR RUJUKAN
Chariyah. 2014. Pengarauh Posisi dan Besar Beban Terhadap Defleksi dan Regangan Pada Gelagar Balok Beton Bertulang Bambu. Malang: Universitas Brawijaya.
Dewobroto, W. 2005. Simulasi Keruntuhan Balok Beton Bertulang Tanpa Sengkang dengan ADINATM. Bandung: Institut Teknologi Nasional Bandung.
Ghavami, K. 1995. Ultimate Load Behaviour of Bamboo Reinforced Lightweight Concrete Beams Cement and Concrete Composites. Brasil: Pontifica  University Catolica.
Irianti, Laksmi, dkk. 2015. Pengaruh Agregat Kasar Bergradasi Celah Terhadap Kuat Tekan Beton. Lampung: Universitas Lampung.
Isnaeni. 2009. Kerusakan Pada Perkuatan Struktur Beton Bertulang. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Khare, I. 2005. Performance Evaluation Of Bamboo Reinforced Concrete Beams. Texsas: The University Of  Texsas.
Marsudi, dkk. 2014. Modifikasi balok Beton Komposit Tulangan Bambu Profil dari Lilitan Kawat Bendrat Guna Meningkatkan Daktalitas dan Efisiensi Biaya untuk Konstruksi Bangunan Gedung. Semarang: Politeknik Negeri Semarang.
Morisco. 1996. Bambu sebagai Bahan Rekayasa, Pidato Pengukuhan Lektor Kepala Madya Fakultas Teknik UGM. Yogyakarta.
Morisco. 2005. Rangkuman Penelitian Bambu di Pusat Studi Ilmu Teknik UGM (1994-2004). Yogyakarta: Perhimpunan Pecinta Bambu Indonesia (PERBINDO).
Mustopa dan Naharudin, 2005. Analisa Teoritis dan Eksperimen Lendutan Batang Pada Balok Segiempat dengan Variasi Tumpuan. Palu: Universitas Tadulako.
Nawy, E.G. 1990. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: PT Eresco.
Pathurahman, dan Fajrin, J. 2003. Aplikasi Bambu Pilin sebagai Tulangan Balok Beton. Nusa Tenggara Timur: Universitas Mataram.
Rommel, Erwin. 2009. Pemakaian Perkuatan Geser Longitudinal Sebagai Upaya Peningkatan Kapasitas Balok Tinggi Beton Bertulang. Malang: Universitas Muhamadyah Malang.
Suroso, Hery, dan Widodo, A. 2011. Analisis Bambu Welasan, Bambu Ampel, dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Utomo, M.B. 2008. Bambu Sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Beton pada Bangunan Sederhana. Semarang: Politeknik Negeri Semarang.

Comments

Popular posts from this blog

”Kenyamanan Termal Ruang Terbuka Hijau Di Kota Malang” Studi Kasus Taman Merjosari

APRESIASI DESAIN KARYA ARSITEKTUR ”JHL SOLITAIRE HOTEL Serpong Tangerang”

APRESIASI DESAIN KARYA ARSITEKTUR  ”JHL SOLITAIRE HOTEL Serpong Tangerang” Oleh Moh.Faisal Faris.Magister Arsitektur - Universitas Merdeka Malang A. Pendahuluan Setiap desainer dalam membuat sebuah karya tidak terlepas dari tujuan dan pesan yang ingin disampaikan, baik kepada pengguna atau bahkan penikmat sebuah karya. Tidak terkecuali sebuah hasil karya arsitektur. Apresiasi karya arsitektur merupakan upaya memberikan penghargaan terhadap objek yang dilakukan pengamatan baik sebagian atau menyeluruh. Arsitektur sebagai sebuah sajian bangunan yang dapat menghasilkan kesan dan suasana dapat diapresiasi dengan menggunakan alat indra dari seorang apresiator. Penggunaan alat indra sebagai salah satu media dalam memberikan nilai atau apresiasi tidak dipungkiri memiliki keterbatasan dan subjektifitas yang berbeda-beda satu sama lain. Sehingga perlu adanya alat bantu dalam upaya memberikan apresiasi yang sesuai dan menggambarkan yang mewakili kondisi sebenarnya. Subjektifitas ha...

JEMBATAN JARIK LURIK (Jembatan Awet Ringan Kokoh Laminasi Bambu Ori Kekang)

JEMBATAN JARIK LURIK (Jembatan Awet Ringan Kokoh Laminasi Bambu Ori Kekang) Moh.F a isal Fa ris 1 , Azwar Pahmi 2 , Arswendy Primadianto 3 , Yogie Ervanata 4 dan Dody Surya Laksana 5 1,2,3,4,5 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Malang, Jl.Semarang 5 Malang ABSTRAK Jembatan adalah suatu konstruksi yang dibuat untuk menghubungkan jalur transportasi yang terputus akibat adanya suatu rintangan. Salah satu jenis jembatan adalah jembatan beton. Jembatan Jarik Lurik adalah jembatan beton  ringan untuk pejalan kaki. Tipe Deck type girder jembatan gelagar dengan pelat lantai diletakkan diatas gelagar sebagai konstruksi utama . Jembatan Jarik Lurik juga ramah lingkungan dengan bahan tambahan busa klerak, tulangan laminasi bambu ori dan desain yang berwawasan budaya nasional. Pengekang pada balok gelagar area jalur tekan (confaimen) yaitu model perlakuan kusus untuk beton dengan fc yang rendah. Penambahan pengekan dapat merubah pola keruntuhan pada balok gelagar....