KAPASITAS GESER BALOK TINGGI BETON BERTULANG BAMBU DENGAN VARIASI JENIS BAHAN SENGKANG BESI DAN BAMBU
KAPASITAS GESER BALOK TINGGI BETON
BERTULANG BAMBU
DENGAN VARIASI JENIS
BAHAN SENGKANG BESI DAN BAMBU
Moh. Faisal
Faris, Nindyawati, dan Adjib Karjanto
Universitas Negeri Malang
E-mail: mfaisalfaris@gmail.com
Abstrak - Penelitian
ini bertujuan untuk (1) mengetahui besarnya beban maksimum, (2) lendutan maksimum, (3) besarnya
kapasitas geser,
dan (4) pola kerusakan yang terjadi pada balok beton
bertulang bambu dengan sengkang besi dan sengkang bambu akibat pembebanan. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Benda uji balok tinggi dengan uurang panjang
bersih 600 mm, lebar 100 mm, dan tinggi 250 mm. Tulangan tarik bambu petung fy 158 Mpa, dimensi 7 mm x 7
mm. Sebagai pembanding digunakan varisai jenis sengkang dari besi Ø3 mm dan
sengkang bambu □4x4 mm. Kuat tarik besi Ø3 mm sebesar 275,63 MPa. Mutu beton
yang digunakan fc’ 19,79 MPa. Jumlah sampel balok 6 buah dengan rincian 3 buah
balok dengan sengkang besi (B.SBE) dan 3 balok dengan sengkang bambu (B.SBA).
Balok diuji lentur pada umur 28 hari menggunakan UTM (universal testing machine) dengan tumpuan sendi-rol dan jenis
pembebanan Two Point Loading pada
jarak 200 mm dari tumpuan. Hasil penelitian
menunjukan rerata beban maksimum balok dengan sengkang besi (B.BSE) sebesar
83,88 kN dengan lendutan sebesar 1,585 mm, dan kapasitas geser 43,50 kN. Sedangkan pada balok
dengan sengkang bambu (B.SBA) beban maksimum rerata sebesar 74,18 kN dengan
lendutan 2,198 mm dan kapasitas geser 36,00 kN. Berdasaran hasil
penelitian secara keseluruhan
lendutan hasil eksperimen memenuhi syarat lendutan ijin maksimum sebesar
(L/240) dan keseluruhan benda uji balok mengalami kerusakan akibat
geser-lentur
kecuali balok B.SBE.3 mengalami kerusakan lentur murni.
Kata Kunci: kapasitas geser, balok tinggi, dan sengkang bambu.
Menurut Utomo
(2008), bambu digunakan karena memiliki beberapa keuntungan dibandingkan besi
diantaranya bambu ramah lingkungan, mudah diperoleh, harganya ekonomis, mudah
dalam pelaksanaannya, memiliki kuat tarik yang tinggi, dan perbandingan
kekuatan dengan beratnya relatif besar. Sedangkan menurut Pathurahman, et al (2003), timbulnya
keraguan penggunaan bambu dalam beton dikarenakan lekatan bambu dengan beton
yang kurang baik. Namun keraguan dalam penggunaan bambu sebagai tulangan dapat
diatasi dengan tulangan bambu yang diberi perlakuan khusus yaitu dilapisi cat (water proof) kemudian dilumuri pasir
sehingga permukaannya kasar dapat meningkatkan daya lekat terhadap beton
(Ghavami,1995).
Penggunaan beton
bertulang dalam elemen struktur bangunan meliputi balok, kolom, pondasi, plat
lantai, dll. Balok adalah struktur pemikul beban yang berada diatasnya. Pada
konstruksi bangunan balok diposisikan mendatar dengan ditumpu bagian ujungnya.
Akibat pembebana pada struktur balok muncul momen lentur dan gaya lintang. Pada
balok tinggi terjadi geser lebih besar diakibatkan
adanya gaya lintang, sehingga perhitungan
tulangan geser perlu diperhitungan apabila kapasitas geser yang mampu ditahan beton lebih kecil dari kapasitas
geser yang terjadi.
Menurut Dewobroto
(2005), perilaku keruntuhan yang dominan pada struktur balok pada umumnya
adalah lentur, hal tersebut akan terjadi apabila rasio bentang (L) dan tinggi
balok (h) cukup besar. Jika rasio L/h kecil, maka digolongkan sebagai balok
tinggi (deep beam), keruntuhan geser
dominan. Gaya geser yang bekerja pada balok tinggi
dominan mengakibatkan terjadinya kerusakan yang ditandai dengan retak pada
bagian sekitar tumpuan. Keretakan geser ini semakin lama akan semakin besar
membentuk garis diagonal menuju titik pusat pembebanan. Dikarenakan tulangan sengkang
berhubungan langsung dengan arah retakan geser pada balok tinggi beton
bertulang. Sehingga pada balok tinggi untuk meninjau kapasitas geser yang
terjadi pada balok perlu untuk
diperhitungkan penulangan geser. Ada beberapa macam tulangan geser atau sengkang,
diantaranya sengkang vertikal, miring, dan sepiral.
Selama ini sering
dijumpai sengkang vertikal dari material besi, hal ini dikarenakan material
besi mudah dibengkokkan. Namun tidak menutup kemungkinan penggunaan sengkang
besi diganti dengan alternatif sengkang dari bambu. Bagian bambu yang
berpotensi untuk digunakan menjadi sengkang adalah bagian disekitar kulit.
Daerah yang mendekati kulit bambu memiliki sifat yang lebih lentur sehingga
dapat mengurangi kemungkinan patah akibat proses pembengkokan dalam pembuatan
sengkang. Penggunaan bambu sebagai material sengkang perlu diteliti lebih
lanjut terhadap kapasitas dan kelayakannya untuk menggantikan peran sengkang
besi selama ini.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
(1) mengetahui besarnya beban
maksimum yang mampu ditahan, (2) mengetahui lendutan maksimum yang terjadi, (3)
mengetahui kapasitas geser balok tinggi, dan (4) pola kerusakan yang
terjadi pada balok tinggi beton bertulang
bambu dengan variasi jenis bahan sengkang besi dan sengkang bambu akibat pembebanan.
Nantinya diharapan dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan nilai
potensial bambu sebagai material ramah lingkungan pengganti besi dan baja dalam
dunia konstruksi.
METODE
Penelitian ini menggunakan
rancangan eksperimen laboratorium atau percobaan (experiment research),dan termasuk deskriptif kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
beban maksimum, lendutan maksimum, kapasitas geser, dan pola keretakan balok
tinggi beton bertulang bambu dengan variasi jenis bahan sengkang bambu dan
sengkang besi. Benda
uji balok beton bertulang bambu dengan ukuran 10 cm x 25 cm x 60 cm, tebal
selimut beton 2 cm. Sampel benda uji sebanyak 6 buah
dengan rincian 3 buah menggunakan sengkang besi Ø3 mm dan 3 buah dengan
sengkang bambu □4x4 mm. Tipe semen yang digunakan PPC merek Semen Gresik,
pasir, dan kerikil lokal dengan ukuran maksimal 2 cm.
Sementara tulangan tarik □7x7 mm dari material bambu jenis petung.
Pada penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan
pengujian, yaitu pengujian awal atau pendahuluan dan pengujian mekanik.
Pengujian pendahuluan bertujuan untuk mengetaui sifat fisik material benda uji.
Pengujian pendahuluan meliputi uji material penyusun beton, kuat tekan beton, dan pengujian material tulangan kuat tarik tulangan bambu dan besi. Pengujian mekanik pada
balok tinggi deitumpu pada tumpuan sendi dan roll dengan jenis
pembebanan Two Points Loading pada jarak 20 cm dari titik tumpu, beban yang diberikan naik secara
bertahap dengan interval 1,5 kN. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan alat UTM (Universal
Testing Machine) di Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil Universitas
Negeri Malang. Pembebanan pada balok dilakukan dengan jenis pembebanan Two Points Loading secara bertahap. Secara garis besar rancangan proses
penelitian dapat dilihat pada gambar diagram alur (flow chart) seperti gambar 1 berikut:
MULAI
|
Kegiatan
Pendahuluan
-
Perancangan menggunakan mix desing beton yang sudah siap dan jumlah
kebutuhan bahan penyusun.
-
Pengujian pendahuluan meliputi
-
Material penyusul beton (Agregat halus,Agregat Kasar,dan Pengikat)
-
Material tulangan bambu dan besi (Uji Kuat Tarik)
-
Merangkai tulangan benda uji dan perawatan bambu sebagai tulangan
|
Pengecoran Benda Uji
Silinder
|
Pengecoran Benda Uji Balok
|
Perawatan Benda Uji 28 Hari
|
Pengujian Benda Uji
|
Uji Tekan Silinder Beton
|
Uji Geser Balok Beton
|
Hasil Penelitian
|
Analisa Hasil Pengujian
|
Kesimpulan
|
SELESAI
|
Gambar
1. Alur Rancangan Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Pengujian Kuat Tarik
Tulangan
Pengujian kuat tarik
tulangan bertujuan untuk mengetahui fy bambu dan besi yang dipakai sebagai
tulangan dalam balok.
T
abel 1. Data Hasil Pengujian Kuat Tarik
Tulangan Bambu
Kode Benda Uji
|
P Leleh Terkoreksi
(N)
|
P Maks Terkoreksi
(N)
|
A
(mm2)
|
Fy
(MPa)
|
Fu
(MPa)
|
E
(MPa)
|
Ket.
|
TBa.1
|
1030
|
1510
|
6,00
|
171,67
|
251,67
|
17266,7
|
Sekitar Kulit Dengan
Buku
|
TBa.2
|
720
|
1220
|
5,00
|
144,00
|
244,00
|
36106,6
|
|
TBa.3
|
950
|
1700
|
6,00
|
158,33
|
283,33
|
58953,2
|
|
Rata-Rata
|
158,00
|
259,67
|
37442,1
|
T
abel 2. Data Hasil Pengujian Kuat Tarik
Tulangan Besi
Kode Benda Uji
|
P Maks
(N)
|
P Koreksi
(N)
|
A
(mm2)
|
Fy
(MPa)
|
Fu
(MPa)
|
E
(MPa)
|
TBe.1
|
18100
|
5000
|
7,065
|
288,46
|
707,71
|
161578,56
|
TBe.2
|
17900
|
4800
|
7,065
|
273,04
|
679,41
|
148652,27
|
TBe.3
|
17700
|
4600
|
7,065
|
265,39
|
651,10
|
155115,42
|
Rata-Rata
|
275,63
|
679,40
|
155115,41
|
Berdasarkan tabel 1 dan 2 diperoleh hasil
pengujian kuat tarik tulangan bambu memiliki nilai rata-rata tegangan leleh (fy) sebesar 158 MPa, nilai rata-rata
tegangan ultimate (fu) tulangan bambu sebesar 259,69 MPa. Nilai
rata-rata modulus elatisitas bambu petung 37442,1 MPa. Hasil pengujian kuat tarik
tulangan besi Ø3 mm memiliki nilai rata-rata tegangan
leleh (fy) sebesar 275,63 MPa, nilai
rata-rata tegangan ultimate (fu) tulangan baja Ø3 mm sebesar 679,40 MPa.
Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja
Untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-2002, hasil uji kuat tarik tulangan diameter
3 mm termasuk kedalam mutu BJ 37. Tulangan baja mutu BJ 37 umum digunakan pada
konstruksi bangunan karena mudah ditemui di pasaran. Bambu
petung yang digunakan memiliki kekuatan tarik tulangan yaitu 42,67% lebih rendah dari kekuatan tarik baja. Setiap
bagian bambu memiliki kekuatan yang bervariasi, bagian paling kuat adalah
daerah sekitar kulit bambu sedangkan daerah terlemah pada bambu yaitu daerah
buku bambu.
Morisco (2005:37), menyatakan kuat tarik bambu petung dengan buku berkisar 116 Mpa.
Rerata hasil pengujian kuat tarik (fy)
bambu petung sekitar kulit yang digunakan lebih besar dari hasil penelitian
yang dilakukan morisco hal ini disebabkan banyak faktor salah diantaranya
kondisi kadar air dan umur benda uji. Mengingat bambu merupakan material alam
sehingga kekuatan bambu sulit untuk dikontrol.
2.
Uji Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton
silinder dilakukan setelah umur 28 hari. Silinder beton yang digunakan memiliki
ukuran Ø15 cm x 30 cm sebanyak 3 buah.
T
abel 3. Data Hasil Pengujian Kuat Tekan Silinder
No
|
Kode Benda Uji
|
A = Luas Penampang (mm2)
|
P Maks (kN)
|
P Koreksi (N)
|
Fc’ = P/A Kuat Tekan (MPa)
|
Kuat Tekan
Rata-rata (MPa)
|
1
|
SB.1
|
17662,5
|
394,4
|
394400
|
17,91
|
19,79
|
2
|
SB.2
|
17662,5
|
375,2
|
375200
|
20,50
|
|
3
|
SB.3
|
17662,5
|
384,3
|
371200
|
21,51
|
Berdasarkan data pada tabel 3 menunjukan nilai kuat
tekan silinder beton pada umur 28 hari bervariasi. Kuat tekan (fc’)
rata-rata silinder pada tabel 3 diperoleh nilai kuat tekan rata-rata
sebesar 19,79 MPa. Selisih
penurunan yaitu sebesar 5,21 MPa atau sebesar 20,83 % dari kuat tekan beton
yang direncanakan yaitu sebesar 25 MPa. Beberapa faktor yang mempegaruhi penurunan kuat tekan beton diantaranya
perbandingan air dengan semen, tingkat pemadatan, jenis semen, gradasi agregat,
cara perawatan, suhu, dan umur beton (Murdok dan Brook, 1979 dalam Laksmi dkk,
2015:148).
3.
Beban
Maksimum-Lendutan Hasil Pengujian Balok
Data
beban-lendutan dalam penelitian ini, diperoleh dari hasil teoritis dan
pengujian (eksperimen) balok beton bertulang bambu
yaitu balok beton dengan sengkang besi (B.SBE) ,dan balok beton sengkang bambu
(B.SBA) dengan jumlah sampel masing-masing tipe balok 3 buah.
T
abel 4.
Data Hasil Perencanaan Teoritis Balok
No
|
Kode Benda Uji
|
Beban Maksimum (P Maks)
|
Kapasitas Geser
(Vc)
|
Lendutan Maksimum (Δ)
|
Lendutan Ijin (L/240)
|
Ket.
|
kN
|
kN
|
mm
|
mm
|
|||
1
|
B.SBE
|
63,57
|
33,97
|
0,71
|
2,50
|
OK
|
2
|
B.SBA
|
69,07
|
33,74
|
0,96
|
OK
|
T
abel 5.
Data Hasil Pengujian Eksperimen Balok Sengkang Besi (B.SBE)
No
|
Kode Benda Uji
|
Beban Maksimum (P Maks)
|
Beban Terkoreksi
|
Lendutan Maksimum (Δ)
|
Lendutan Ijin (L/240)
|
Ket.
|
kN
|
kN
|
mm
|
mm
|
|||
1
|
B.SBE.1
|
96,25
|
83,15
|
1,350
|
2,50
|
OK
|
2
|
B.SBE.2
|
97,70
|
84,60
|
1,820
|
OK
|
|
3
|
B.SBE.3 (*)
|
122,60
|
109,50
|
2,970
|
Tidak OK
|
|
Rata-Rata
|
96,98
|
83,88
|
1,585
|
T
abel 6.
Data Hasil Pengujian Eksperimen Balok Sengkang Bambu (B.SBA)
No
|
Kode Benda Uji
|
Beban Maksimum (P Maks)
|
Beban Terkoreksi
|
Lendutan Maksimum (Δ)
|
Lendutan Ijin (L/240)
|
Ket.
|
kN
|
kN
|
mm
|
mm
|
|||
1
|
B.SBA.1
|
84,20
|
71,10
|
2,165
|
2,50
|
OK
|
2
|
B.SBA.2
|
85,25
|
72,15
|
2,280
|
OK
|
|
3
|
B.SBA.3
|
92,40
|
79,30
|
2,150
|
OK
|
|
Rata-Rata
|
90,95
|
74,18
|
2,198
|
Berdasarkan data
tabel 5 hasil beban dan lendutan pada balok dengan sengkang besi B.SBE.3
merupakan data Outlier. Dikarenakan
perbedaan yang sangat besar dengan data lain dari kelompok sampel data yang
sama. Sehingga data balok B.SBE.3 tidak dimasukan dalam tahap pengolahan data. Beban (P) pada pengujian harus dikurangi angka koreksi kalibrasi alat
UTM yang digunakan, yaitu sebesar 13,10
kN. Perbandingan
beban maksimum balok dengan sengkang besi dan balok dengan sengkang bambu
seperti pada gambar 2 berikut.
Gambar 2. Grafik
Perbandingan Beban Maksimum Ekspeimental
Balok Sengkang Besi dan Balok Sengkang Bambu
Hasil pengujian balok sampel bervariasi untuk balok
dengan sengkang besi, balok B.SBE.3 memiliki nilai beban maksimum lebih besar
dari B.SBE.1 dan B.SBE.2. Rerata beban maksimum balok dengan
sengkan besi B.SBE memiliki rata-rata beban puncak sebesar
83,88 kN. Pada balok dengan sengkang
bambu balok B.SBA.3 menunjukan kinerja beban puncak yang lebih besar dari balok
B.SBA.1 dan B.SBA.2. Sedangkan rerata beban maksimum balok dengan sengkang
bambu B.SBA sebesar 74,18 kN. Selisih
beban maksimum pada balok B.SBE.1, B.SBE.2 secara eksperimen dengan beban
teoritis masing-masing sebesar 30,80 % dan 33,08 %. Sedangkan selisih beban
maksimum rerata hasil eksperimen dengan hasil analisa pada balok dengan
sengkang besi B.SBE sebesar 20,30 kN atau 31,94 %. Pada balok tinggi dengan
sengkang bambu B.SBA selisih hasil eksperimen dengan teoritis masing-masing
balok B.SBA.1, B.SBA.2, dan B.SBA.3 masing-masing secara berurutan memiliki
sebesar 2,94 %, 4,46 % dan 14,81 %. Sehingga selisish rerata beban maksimum
hasil eksperimen dengan teoritis balok sengkang
bambu B.SBA yaitu 5,11 kN atau sebesar 7,41 %.
Secara keseluruhan hasil eksperimen balok tinggi
menunjukan peningkatan nilai beban maksimal dari hasil analisa teoritis. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Rommel (2009) yang menyatakan penambahan
tulangan geser logitudinal sebagai desain perkuatan geser pada balok tinggi
dapat meningkatkan kapasitas beban ultimit hingga 83,2% pada balok tinggi
dengan rasio a/d = 0,8 dengan kecenderungan semakin kecil rasio a/d maka
kemampuan balok dalam menahan beban maksimum (Pmaks) semakin besar.
Hubungan beban dengan lendutan yang terjadi dalam
penelitian ini, dapat disajikan dalam sebuah grafik beban-lendutan seperti
ditunjukkan oleh gambar 3 dan 4 berikut.
Gambar 3. Grafik Hubungan
Beban Maksimum-Lendutan
Balok Sengkang Besi dan Balok Sengkang Besi
Gambar 4. Grafik Hubungan
Beban Maksimum-Lendutan
Balok Sengkang Besi dan Balok Sengkang Bambu
Hasil pengujian balok sampel bervariasi untuk balok
dengan sengkang besi, balok B.SBE.3 memiliki nilai beban maksimum lebih besar
dari B.SBE.1 dan B.SBE.2. Rerata beban maksimum balok dengan
sengkan besi B.SBE memiliki rata-rata beban puncak sebesar
83,88 kN, dengan lendutan (Δ) maksimum rata-rata yang terjadi sebesar 1,585 mm.
Pada balok dengan sengkang bambu balok B.SBA.3 menunjukan kinerja
beban puncak yang lebih besar dari balok B.SBA.1 dan B.SBA.2. Sedangkan rerata
beban maksimum balok dengan sengkang bambu B.SBA sebesar
74,18 kN dengan dengan lendutan maksimum (Δ) rata-rata sebesar 2,198 mm.
Secara keseluruhan lendutan balok dengan sengkang
besi hasil eksperimen lebih besar dari pada lendutan teoritis. Rerata lendutan
maksimum yang terjadi pada balok B.SBE dan B.SBA masih
memenuhi syarat lendutan ijin maksimum sebesar (L/240) yaitu 2,50 mm. Selisish
rerata lendutan maksimum balok tinggi dengan sengkang besi B.SBE terhadap
lendutan ijin sebesar 36,6 %. Sendangkan selisih rerata
lendutan maksimum balok dengan sengkang bambu B.SBA terhadap
lendutan ijin sebesar 12,06 %. Perbedaan
lendutan nilai lendutan yang terjadi antara hasil eksperimen
dengan teoritis dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu besar dan jenis pembebanan, jenis
tumpuan, jenis material, serta kekuatan material (Mustopa & Naharuddin,
2005).
Perbedaan nilai beban (Pmaks) atau
Lendutan (Δ) umum dijumpai
akibat perbedaan perilaku struktur balok eksperimen dengan teoritis. Hal ini
sesuai dengan Chairyah dkk (2014:7) yang menyatakan perhitungan dengan rumus
teoritis mempunyai keterbatasan dan asumsi-asumsi tertentu untuk meghasilkan
persamaan suatu struktur. Berdasarkan
hasil pemaparan diatas dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
perbedaan nilai beban maksimal mengakibatkan perbedaan nilai lendutan maksimal.
4.
Kapasitas Geser dan
Pola Kerusakan Balok
Kapasitas geser hasil pengujian
balok tinggi menunjukan data yang bervaiasi. Berdasarkan
hasil pengujian terhadap benda uji balok menunjukan setelah kondisi retak pertama atau (first crack) dan berikutnya setiap
peningkatan pembebanan terjadi pola kerusakan. Hubungan besarnya beban (first crack) dan kapasitas geser dengan
pola kerusakan pada balok pada masing-masing jenis sengkang dapat dilihat pada
tabel 7 dan 8 berikut.
T
abel 7.
Data Hasil Kapasitas Geser dan Pola Retak Balok Sengkang Besi (B.SBE)
No
|
Kode Benda Uji
|
Beban Retak Awal
|
Kapasitas Geser
|
Lendutan yang terjadi
|
Pola Retak
|
kN
|
kN
|
mm
|
(L=Lentur
G=Geser)
|
||
1
|
B.SBE.1
|
34,50
|
42,00
|
0,280
|
1-10=L, 11=G, 12=L, 13-20=G
|
2
|
B.SBE.2
|
36,00
|
45,00
|
0,450
|
1-12=L, 13=G, 14-17=L, 18-26=G
|
3
|
B.SBE.3 (*)
|
37,50
|
-
|
-
|
1-16=L
|
Rerata
|
35,25
|
43,50
|
0,365
|
T
abel 8.
Data Hasil Kapasitas Geser dan Pola Retak Balok Sengkang Bambu (B.SBA)
No
|
Kode Benda Uji
|
Beban Retak Awal
|
Kapasitas Geser
|
Lendutan yang terjadi
|
Pola Retak
|
kN
|
kN
|
mm
|
(L=Lentur
G=Geser)
|
||
1
|
B.SBA.1
|
22,50
|
22,50
|
0,550
|
1-7=G, 8-10=L, 11-12=L, 13=G, 14-17=L,
18=G 19-20=L, 21-25=G
|
2
|
B.SBA.2
|
25,50
|
25,50
|
0,520
|
1-8=G, 9-20=L, 21=G, 22=L, 23=G, 24=L,
25=G, 26=L, 27-30=G
|
3
|
B.SBA.3
|
34,50
|
40,50
|
0,800
|
1-12=L, 13-16=G
|
Rerata
|
33,00
|
36,00
|
0,623
|
Pola keretakaan yang terjadi pada keseluruhan 3 buah
benda uji balok dengan sengkang bambu (B.SBA) dan 2 buah balok dengan sengkang
besi (B.SBE) mengalami kerusakan retak geser-lentur, sedangkan 1 buah benda uji
dengan sengkang besi (B.SBE.3) terjadi pola keretakan lentur murni.
Gambar 5. Pola Kerusakan
Geser –Lentur Pada Balok
Gambar 6. Pola Kerusakan
Lentur Murni Pada Balok
Retak lentur geser
ditandai dengan ciri retakan yang cenderung membentuk sudut 45º terhadap sumbu
balok disekitar tumpuan (Nawy,1990 ). Sementara itu Tjitradi (2014) yang
menyatakan retak miring pada balok tinggi membentuk sudut berkisar dari 45°
hingga 60° semakin tinggi balok maka konsentrasi retakan akan lebih mengarah
pada bagian tekan balok sehingga pengaruh mutu beton sangat menentukan.
Keruntuhan pada
balok disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kegagalan lekatan
antara tulangan dengan beton. Kegagalan lekatan mengakibatkan menurunnya daya
dukung komponen struktur terhadap beban yang bekerja, meningkatnya deformasi
pada struktur, serta runtuhnya struktur (Isneini, 2009:260). Selain
itu tahap pelaksanaan pengecoran saat pemadatan khususnya balok dengan sengkang
bambu, ada kehati-hatian agar tidak merusak sengkang bambu yang menyebakan
pemadatan kurang maksimal. Pemadatan yang kurang maksimal dapat menurangi mutu
beton sehingga berdampak berkurangnya kemampuan lekat tulangan dengan beton.
Hal ini berbeda kondisinya dengan balok sengkang besi. Sehingga hasil
penelitian menunjukan perbedaan balok sengkang besi dengan balok sengkang
bambu.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Beban maksimum balok
tinggi sengkang besi B.SBE rerata beban maksimum (Peksperimen)
sebesar 83,88 kN. Sedangkan beban maksimum rerata balok tinggi sengkang
bambu B.SBA (Peksperimen)
sebesar 74,18 kN
2.
Secara keseluruhan rerata lendutan
eksperimen balok tinggi sengkang besi B.SBE dan balok tinggi sengkang bambu
B.SBA memenuhi syarat lebih kecil dari batas lendutan ijin. Lendutan ijin yang
disyaratkan sebesar 2,5 mm. Lendutan rerata maksimum hasil eksperimen pada
balok tinggi sengkang besi B.SBE dan balok tinggi sengkang bambu B.SBA sebesar
1,585 mm dan 2,198 mm. Selisih lendutan maksimum eksperimen dengan lendutan
ijin pada balok tinggi dengan sengkang besi (B.SBE) dan sengkang bambu (B.SBA)
sebesar 36,6 % dan 12,06 %.
3.
Rerata kapasitas geser keseluruhan balok
secara teoritis lebih kecil dari perolehan kapasitas geser rata-rata hasil
eksperimen. Kapasitas geser hasil eksperimen balok tinggi sengkang besi B.SBE
dan balok tingggi sengkang bambu B.SBA sebesar 43,50 kN dan 36,00 kN.
4.
Pola keretakan akibat pembebanan pada
balok tinggi keseluruhannya yaitu karena retak geser – lentur. Terkecuali balok
dengan sengkang besi B.SBE.3 yang mengalami kerusakan lentur murni.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1.
Pada penelitian selanjutnya hendaknya
digunakan beberapa variasi bentuk dan
jarak sengkang dari material bambu.
2.
Hendaknya digunakan metode laminasi
bilah bambu sebagai tulangan dalam beton untuk mempermudah mengkontrol ukuran
dimensi dan mutu tulangan bambu (fy) yang dikehendaki bisa disesuaikan.
3.
Kontrol terhadap mutu beton (fc) dengan memastikan proses pengerjaan
sesuai dengan prosedur pelaksanaan.
4.
Saat pengujian pada kedua sisi tumpuan balok
sebaiknya diberi dudukan untuk mencegah terjadinya kerusakan bagian tumpuan
sebelum terjadinya beban maksimal.
5.
Hendaknya digunakan dial gauge digital sehingga dapat meminimalisir kesalahan
pembacaan.
DAFTAR RUJUKAN
Chariyah.
2014. Pengarauh Posisi dan Besar Beban
Terhadap Defleksi dan Regangan Pada Gelagar Balok Beton Bertulang Bambu.
Malang: Universitas Brawijaya.
Dewobroto,
W. 2005. Simulasi Keruntuhan Balok Beton
Bertulang Tanpa Sengkang dengan ADINATM. Bandung: Institut
Teknologi Nasional Bandung.
Ghavami,
K. 1995. Ultimate Load Behaviour of
Bamboo Reinforced Lightweight Concrete Beams Cement and Concrete Composites.
Brasil: Pontifica University Catolica.
Irianti,
Laksmi, dkk. 2015. Pengaruh Agregat Kasar
Bergradasi Celah Terhadap Kuat Tekan Beton. Lampung: Universitas Lampung.
Isnaeni.
2009. Kerusakan Pada Perkuatan Struktur
Beton Bertulang. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Khare,
I. 2005. Performance Evaluation Of Bamboo
Reinforced Concrete Beams. Texsas: The University Of Texsas.
Marsudi,
dkk. 2014. Modifikasi balok Beton
Komposit Tulangan Bambu Profil dari Lilitan Kawat Bendrat Guna Meningkatkan
Daktalitas dan Efisiensi Biaya untuk Konstruksi Bangunan Gedung. Semarang:
Politeknik Negeri Semarang.
Morisco.
1996. Bambu sebagai Bahan Rekayasa,
Pidato Pengukuhan Lektor Kepala Madya Fakultas Teknik UGM. Yogyakarta.
Morisco.
2005. Rangkuman Penelitian Bambu di Pusat
Studi Ilmu Teknik UGM (1994-2004). Yogyakarta: Perhimpunan Pecinta Bambu
Indonesia (PERBINDO).
Mustopa
dan Naharudin, 2005. Analisa Teoritis dan
Eksperimen Lendutan Batang Pada Balok Segiempat dengan Variasi Tumpuan.
Palu: Universitas Tadulako.
Nawy,
E.G. 1990. Beton Bertulang Suatu
Pendekatan Dasar. Bandung: PT Eresco.
Pathurahman,
dan Fajrin, J. 2003. Aplikasi Bambu Pilin
sebagai Tulangan Balok Beton. Nusa Tenggara Timur: Universitas Mataram.
Rommel,
Erwin. 2009. Pemakaian Perkuatan Geser
Longitudinal Sebagai Upaya Peningkatan Kapasitas Balok Tinggi Beton Bertulang.
Malang: Universitas Muhamadyah Malang.
Suroso,
Hery, dan Widodo, A. 2011. Analisis Bambu
Welasan, Bambu Ampel, dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok
Beton Rumah Sederhana. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Utomo,
M.B. 2008. Bambu Sebagai Alternatif
Pengganti Tulangan Beton pada Bangunan Sederhana. Semarang: Politeknik
Negeri Semarang.
Comments
Post a Comment